Salam
kenal…
Saya Mima
Yusuf, ini blog baru saya. Sebelumnya sudah pernah ada, tapi jarang ditulis.
Sekarang saya ingin memancing hobi menulis lagi dengan membuka blog baru ini.
Saya sedang
tertarik mengenai masalah pendidikan terutama di Indonesia. Sebagai Ibu dua
orang anak usia 9 tahun dan 4 tahun, tentunya menjadi kewajiban bagi saya untuk
menyelami dunia pendidikan. Apakah pendidikan yang dibuat oleh Tim kerja
Menteri Pendidikan sudah pantas dan layak untuk anak-anak sesuai usianya dan
kebutuhannya?
Menengok
berita-berita tempo hari, muncul kasus tentang kisah Betawi “Si Mamat dari Kali
Pasir” di buku LKS PLBJ kelas 2 SD. Kisah ini menjadi sorotan media karena ada
kalimat-kalimat yang mengundang kecaman terhadap DepdikBud. Kalimat itu adalah
tentang cerita “istri simpanan” kalau tidak salah. Yang menjadi heboh, apakah kisah ini pantas untuk dikonsumsi oleh anak-anak usia 7-8 tahun?
Walaupun ketika saya survey masalah ini terhadap anak saya sendiri, dia tidak
terlalu memperhatikannya. Karena tidak ada pertanyaan yang banyak menyangkut tentang
cerita itu.
Baru saja
berita terakhir tentang foto Maria Ozawa ada dibuku pelajaran SD di Pekanbaru
dan Jawa Timur. Walaupun foto tersebut tidak seronok, tapi anehnya kenapa ada
foto bintang film porno asal Jepang itu terpampang di buku pelajaran? Siapa
penyusunnya? Siapa pula yang mengedit buku-buku ini, hingga lolos ke pasaran?
Yang jadi
pertanyaan besar… siapa yang bertanggung jawab atas tersebarnya buku-buku yang
memuat hal-hal yang tidak mendidik tersebut? Sebelum kita menyalahkan
pemerintah dan infrastruktur pendidikan kita yang masih tak terkendali dengan
baik, kita sebagai orang dewasa, baik yang sudah menjadi orang tua maupun
belum, pendidikan dirumah sangatlah penting. Pendidikan tentang budi pekerti,
norma-norma agama dan memotivasi anak, bisa dimulai dari rumah. Yang memang secara
realita, hal-hal tersebut kurang dibahas di buku pelajaran. Kalaupun ada,
hanyalah teori dan prakteknya tidak terrealisasi. Maka yang bertanggung jawab
adalah kita semua. Baik orang tua, guru dan pemerintah adalah orang-orang yang
sangat bertanggung jawab atas pendidikan anak. Karena masa depan bangsa ini ada
ditangan mereka. Bila tidak dipupuk dari sekarang, bagaimana nasib bangsa ini?
Membicarakan
masalah budi pekerti, saya jadi ingat berita yang masih hangat tentang tawuran
antar pelajar SMA sampai jatuh korban. Media TV banyak menyalahkan sekolah dan
guru-guru yang tidak memberikan pendidikan budi pekerti kepada siswanya.
Menurut saya, orang tua juga punya peran penting untuk membangun karakter anak
yang sehat mental. Tidak mudah dipengaruhi dan punya prinsip untuk berani
menolak dengan alasan toleransi sesama almamater. Karena toleransi, sehingga
akal sehat jadi nomor belakang. Padahal masih banyak yang harus mereka
prioritaskan. Tanggung jawab mereka sebagai pelajar adalah belajar. Bukan
membantai sekolah lain. Saya sampai kepikiran jauh, kalau anak-anak ini
terlanjur dibiarkan tumbuh menjadi pembantai di usia rawannya ini, bisa-bisa
mereka jadi pembunuh bayaran yang professional karena orang tua dan pemerintah
telat mendidiknya. Hiii… ngeri…
Adakah
institusi swasta yang concern terhadap pendidikan anak-anak kita? Karena saya
merasa hopeless terhadap pendidikan yang diberikan pemerintah. Saya merasa
selain pendidikan orang tua dirumah sebagai pendidikan inner anak, harus juga
didukung oleh pendidikan dari luar rumah yang seimbang. Sehingga pertumbuhan
karakter anak menjadi seimbang. Naaah… sekarang, kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya,
adakah institusi swasta yang concern terhadap pendidikan anak tanpa didompleng
oleh kebutuhan kapitalis yang memonopoli ekonomi? Karena kan biasanya kalau
swasta, membuat sesuatu itu pasti UUD, ujung-ujungnya duit yang akan membuat
perusahaan mereka semakin kaya, dengan kemasan menarik dan berkesan mendidik. Tapi
adakah yang memang bener-bener murni mendidik?
Sambil
menunggu dukungan dari luar bagaimana metode pendidikan yang bagus untuk anak,
akan lebih baik bila kita saja yang mulai mendidik. Siapapun bisa
mendidik, kepada anak sendiri, keponakan, adik, cucu ataupun anak tetangga.
Yang penting didikan kita itu bermanfaat bagi anak-anak maupun orang banyak. Dan
bisa dipertanggungjawabkan. Kita juga harus mampu mengontrol buku-buku
pelajaran keluaran depdikbud, karena khawatir akan lolos edit. Ya... lolos hasil editan mereka yang tidak mendidik. Dan yang terpenting menanamkan nila-nilai budi pekerti yang hampir punah di era globalisasi ini. Pergeseran karakter orang Indonesia yang terkenal akan ramah tamah, sopan satun, saling menghargai dan gotong royong ini mulai bergeser menjadi materialistis, apatis, hedonis dan individualis. Hal-hal ini tidak boleh dibiarkan tertanam kepada anak kita.
Yuk mulai sekarang berikan pendidikan tentang budi pekerti yang baik sebagai bentuk keseimbangan moral anak dan akan menjadi benteng anak menghadapi serangan-serangan globalisasi. Agar kelak mereka menjadi orang yang hebat secara IQ (Intelligence Quotients) dan EQ (Emotional Quotients).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar