Senin, 01 Oktober 2012

Bagaimana mendidik yang baik itu?

-->Bagaimana mendidik yang baik itu?



Salam kenal…

Saya Mima Yusuf, ini blog baru saya. Sebelumnya sudah pernah ada, tapi jarang ditulis. Sekarang saya ingin memancing hobi menulis lagi dengan membuka blog baru ini.

Saya sedang tertarik mengenai masalah pendidikan terutama di Indonesia. Sebagai Ibu dua orang anak usia 9 tahun dan 4 tahun, tentunya menjadi kewajiban bagi saya untuk menyelami dunia pendidikan. Apakah pendidikan yang dibuat oleh Tim kerja Menteri Pendidikan sudah pantas dan layak untuk anak-anak sesuai usianya dan kebutuhannya?

Menengok berita-berita tempo hari, muncul kasus tentang kisah Betawi “Si Mamat dari Kali Pasir” di buku LKS PLBJ kelas 2 SD. Kisah ini menjadi sorotan media karena ada kalimat-kalimat yang mengundang kecaman terhadap DepdikBud. Kalimat itu adalah tentang cerita “istri simpanan” kalau tidak salah. Yang menjadi heboh, apakah kisah ini pantas untuk dikonsumsi oleh anak-anak usia 7-8 tahun? Walaupun ketika saya survey masalah ini terhadap anak saya sendiri, dia tidak terlalu memperhatikannya. Karena tidak ada pertanyaan yang banyak menyangkut tentang cerita itu.

Baru saja berita terakhir tentang foto Maria Ozawa ada dibuku pelajaran SD di Pekanbaru dan Jawa Timur. Walaupun foto tersebut tidak seronok, tapi anehnya kenapa ada foto bintang film porno asal Jepang itu terpampang di buku pelajaran? Siapa penyusunnya? Siapa pula yang mengedit buku-buku ini, hingga lolos ke pasaran?

Yang jadi pertanyaan besar… siapa yang bertanggung jawab atas tersebarnya buku-buku yang memuat hal-hal yang tidak mendidik tersebut? Sebelum kita menyalahkan pemerintah dan infrastruktur pendidikan kita yang masih tak terkendali dengan baik, kita sebagai orang dewasa, baik yang sudah menjadi orang tua maupun belum, pendidikan dirumah sangatlah penting. Pendidikan tentang budi pekerti, norma-norma agama dan memotivasi anak, bisa  dimulai dari rumah. Yang memang secara realita, hal-hal tersebut kurang dibahas di buku pelajaran. Kalaupun ada, hanyalah teori dan prakteknya tidak terrealisasi. Maka yang bertanggung jawab adalah kita semua. Baik orang tua, guru dan pemerintah adalah orang-orang yang sangat bertanggung jawab atas pendidikan anak. Karena masa depan bangsa ini ada ditangan mereka. Bila tidak dipupuk dari sekarang, bagaimana nasib bangsa ini?

Membicarakan masalah budi pekerti, saya jadi ingat berita yang masih hangat tentang tawuran antar pelajar SMA sampai jatuh korban. Media TV banyak menyalahkan sekolah dan guru-guru yang tidak memberikan pendidikan budi pekerti kepada siswanya. Menurut saya, orang tua juga punya peran penting untuk membangun karakter anak yang sehat mental. Tidak mudah dipengaruhi dan punya prinsip untuk berani menolak dengan alasan toleransi sesama almamater. Karena toleransi, sehingga akal sehat jadi nomor belakang. Padahal masih banyak yang harus mereka prioritaskan. Tanggung jawab mereka sebagai pelajar adalah belajar. Bukan membantai sekolah lain. Saya sampai kepikiran jauh, kalau anak-anak ini terlanjur dibiarkan tumbuh menjadi pembantai di usia rawannya ini, bisa-bisa mereka jadi pembunuh bayaran yang professional karena orang tua dan pemerintah telat mendidiknya. Hiii… ngeri…

Adakah institusi swasta yang concern terhadap pendidikan anak-anak kita? Karena saya merasa hopeless terhadap pendidikan yang diberikan pemerintah. Saya merasa selain pendidikan orang tua dirumah sebagai pendidikan inner anak, harus juga didukung oleh pendidikan dari luar rumah yang seimbang. Sehingga pertumbuhan karakter anak menjadi seimbang. Naaah… sekarang, kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya, adakah institusi swasta yang concern terhadap pendidikan anak tanpa didompleng oleh kebutuhan kapitalis yang memonopoli ekonomi? Karena kan biasanya kalau swasta, membuat sesuatu itu pasti UUD, ujung-ujungnya duit yang akan membuat perusahaan mereka semakin kaya, dengan kemasan menarik dan berkesan mendidik. Tapi adakah yang memang bener-bener murni mendidik?

Sambil menunggu dukungan dari luar bagaimana metode pendidikan yang bagus untuk anak, akan lebih baik bila kita saja yang mulai mendidik. Siapapun bisa mendidik, kepada anak sendiri, keponakan, adik, cucu ataupun anak tetangga. Yang penting didikan kita itu bermanfaat bagi anak-anak maupun orang banyak. Dan bisa dipertanggungjawabkan. Kita juga harus mampu mengontrol buku-buku pelajaran keluaran depdikbud, karena khawatir akan lolos edit. Ya... lolos hasil editan mereka yang tidak mendidik. Dan yang terpenting menanamkan nila-nilai budi pekerti yang hampir punah di era globalisasi ini. Pergeseran karakter orang Indonesia yang terkenal akan ramah tamah, sopan satun, saling menghargai dan gotong royong ini mulai bergeser menjadi materialistis, apatis, hedonis dan individualis. Hal-hal ini tidak boleh dibiarkan tertanam kepada anak kita. 
Yuk mulai sekarang berikan pendidikan tentang budi pekerti yang baik sebagai bentuk keseimbangan moral anak dan akan menjadi benteng anak menghadapi serangan-serangan globalisasi. Agar kelak mereka menjadi orang yang hebat secara IQ (Intelligence Quotients) dan EQ (Emotional Quotients).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar